PERGI
embun pagi masih terasa menyusup ke dalam tubuh ku
sinar mentari pagi terasa menepis semua rasa gundahku
tidak kudengar riuh pepohonan berpuisi
tiada juga semilir angin menyampaikan kesegaran syair imaginasi
aku seperti wajah tanpa mata yang melihat namun hanya mampu menatap khayalan
seumpama jiwa-jiwa yang terhempas tersungkur dalam kemelut prahara
tubuhku diam harapanku menganga dalam sengit matahari
menjadi korban lalu remuk pada peradaban diri
hari-hariku menjadi kegelisahan yang terbentur diufuk timur kini
terlempar ke selatan dan utara lalu terbengkalai pada dalamnya perigi
kesadaran pada pelampiasan kekasih bersemayam dalam lembah pelupaan
dan bersemadi di balik cermin menghijab diri
tidak banyak yang kudengar syair para Nabi dan segala memuji
melangkah pergi rindu Illahi mengilhami lalu terusir nafsu asmara duniawi
rumput pun kembali bersemu hijau di tanah lapang
ketika air tercurah membasahi jiwa-jiwa yang kering kerontang
pelangi tak pernah pudar di matanya
untuk itu aku harus tetap tegakkan wajah
kerna matahari tak pernah jemu untuk menyapa
sepasang kupu-kupu yang mematahkan sayapnya
pergilah kau pergi dari hidupku
bawalah rahasiamu yang tak ingin ku ketahui...
Nukilan Lyn Sulaim.
No comments:
Post a Comment